Senin, 07 November 2011

CERPEN : KUTUNGGU DIRIMU HINGGA ADZAN MAGHRIB TERDENGAR

Gundah terasa saat hujan tak hentinya mengguyur jalan beraspal depan masjid Ar-Rohmah, meski hujan hanya terasa setitik demi setitik, bagai tetesan air mata yang tak kan pernah kau pahami. Puluhan sepeda motor bahkan ratusan yang sejak tadi siang berlalu lalang berburu karena hujan yang tak kunjung reda. Air selokan naik ke atas bahu jalan, yang akhirnya membuat jalan semakin licin. Sudah tak kupedulikan lagi suara sepeda motor, mobil, bahkan srekel, yang orang jawa bilang begitu.Alat penggiling padi keliling. Deru sepeda modifikasi yang seakan memekakkan telinga.
"Pernahkah kau pahami, saat seperti ini kuimpikan kebersamaan kita?" hanya angan semata.
Basahnya jalan yang semakin membuat hati ini merasa getir akan kehidupan. merasa seakan hidup dalam kesendirian. Bahkan serasa mati tak berasa. Sikap yang tak peduli akan kehidupan keluarga, tanggung jawab, bahkan akan rasa bebas dan kebahagiaan yang tak pernah kurasakan selama delapan tahun berumah tangga. Kapankah semua ini akan berakhir. 
"Kapankah kau berubah demi anakmu? aku tak berharap apa-apa? aku hanya ingin kau mengerti betapa menderitanya hidup bersamamu, ingatlah semua cinta memang sudah tak berasa. tapi demi cinta buah hati kita kutetap bertahan dalam kehidupan ini."
Kau setiap hari meninggalkan jejak yang tak pasti arah dan tujuanmu. Hanya keegoisan akan prinsip hidup yang tiada arti yang selalu kau pertahankan. Siksaan bathin yang seolah sudah kebal akan keruhnya hati. Tak pernah terbanyangkan akan kebahagiaan jiwa. Seolah sudah terpatri, inilah hidup, inilah takdir, inilah jalanku. Kesanggupan hati yang terbatas untuk menunggu kepasrahanmu pada hati dan jiwa tuhanmu. karena roh hidup yang ada di ragaku sudah tak sanggup lagi memendam keresahan, kesedihan, penderitaan, dan siksa bathin.
"Kan kutunggu sadarmu akan arti hidup, sampai adzan maghrib terakhir kali kudengar ditelingaku, walau kutahu semua ini tak mungkin" pasrahku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar