Senin, 21 November 2011

PUISI : PERJUANGKAN BOLA MERAH PUTIH BABAK 1

Detik tiga tujuh berlalu
Keringat pejuang  bola mengucur
Seperti aliran semangat dari sportermu
Indonesia, juangkan nama mu

Detik empat puluh
Detik penuh arti akan strategi
Tendangan, sundulan, umpan, kau upayakan
Pahlawanku, pejuangku akan kemenangan sejati

Scor bukanlah halangan
Seimbang bukan sama atas semangatmu
Kobarkan semangatmu pahlawanku
Kita pasti bisa demi keemasan jaya

Larilah sekencang badai
Perjuangkan detikmu
Garuda muda, kau pasti bisa
Walau benturan bukanlah halangan

Rebut umpan musuhmu
Potong serangan musuh
Berikan serangan balik
Tekanan untuk mengakhiri musuh untuk babak satu

Sea games, kamu pasti bisa garuda mudaku
Demi babak kemenangan

Sabtu, 19 November 2011

PUISI : HUKUM MATA "SKAK MATI"

Bos berkata, jangan macam-macam kau
Siapa kau
Ingatlah kau
Kau bukan siapa-siapa
Kau jongosku, kubayar atas ototmu

Bos berkata, kuberi kau waktu
Kesempatan atau pilihan
Kuberi kau jalan atau kebuntuan hidup

Jongos menjawab, ok bos
Aku tahu siapa aku
Aku tahu asalku akan hidup di tempatmu
Aku tahu, tapi bukan salahku
Sanggupkah kau buang aku
Karena ancaman akan mata kehidupan

Jongos mengingatkan, aku krocok bos
Tapi aku bukan dancok
Aku jongos atas uangmu
Tapi aku tak makan kekayaanmu

Bos melunjak, tak takutkah kau
Akan mata ini

Jongos berani, maafkan hamba bos
Siapa yang takut bos, apa tak salahkan
Aku yakin semua tahu akan benarmu

Bos marah, kutendang kau
Kenegeri seberang

Jongos santai, ok bos kan kutunggu tiketmu
Karena aku lebih suka negeri seberang
Karena putihnya gunung kejayaan dan hijaunya keadilan
Karena skak mati tak akan berlaku di negeri ini

PUISI : POLITIK JANJI

Terpaku akan amarah
Bertaruh nyawa akan masa depan
Kutundukkan dan kukalahkan emosi akan prinsip
Menunggu kepastian janji
Kau janjikan kesejahteraan
Kau janjikan status masa depan
Kau janjikan kemuliaan
Kau janjikan kedudukan

Kehampaan dan hanya permainan politik janji
Kau hentikan kereta melaju akan himbauan tanpa bekas
Kau hilangkan semua janji atas senyum palsumu
Hilangkan semangat atas deru kemenangan

Kehancuran atas politikmu akan mereda
Seiring ucap palsumu
Lama hati menanti
Karena lara tak akan paham duniamu
Ingatlah waktu ucapanmu
Karena telah kami telan ludahmu
Seakan semuanya penuh arti

Ingatlah, apa itu janji
Karena kan kami nanti demi masa depan kami
Bukan gunung kejayaan yang tak ingat masa lalu

Jumat, 18 November 2011

CERPEN : POJOK EKSEKUSI NGLANGON BAGIAN I


Panasnya terik matahari menyengat kulit kepala para pedagang di pasar nglangon, Sragen. Hiruk pikuk kesibukan orang mengadu nasib mencari nafkah untuk para istrinya di rumah. Suara adzan terdengar dari masjid belakang pom bensin yang baru. Sholat jumat pun dimulai. Para pedagang onderdil second sepeda motor pun berlarian menuju masjid itu. Sesaat itupun terdengar hening pasar itu, karena mereka melakukan kewajiban umat islam di dunia.
"Hebat kalian ! jangan biarkan lokasi kita di cap tempat maksiat selamanya"
"Tidak semua orang yang ada di sini, orang amoral, kita manusia" Gumamku dalam hati saat menunggu pesananku datang.
Sesaat hanya terdengar suara deru kendaraan, bis jurusan desa yang dengan nekatnya ugal-ugalan rebutan penumpang dari arah pasar nglangon. Dari arah barat truk, bis Solo-Sragen, bahkan bis Sumber Kencono yang dengan kencangnya melaju dari arah barat ke jurusan Surabaya.
"Surabaya, Surabaya, Ngawi... " Teriak Kernet bis Sumber Kencono yang tepat berhenti di sebelah timur perempatan besar nglangon city.
"Sukodono, Tangen, yo....yo..., angkat !" Teriak bis angkutan desa dibelakangnya.
Kerasnya kehidupan di nglangon, dari mulai pemilik kios, penyuplai barang, sampai pembeli onderdil sepeda motor second, bahkan gembel pun ada. 
"Mbak, ki lo uwes !" Sapa pedangang mie ayam favorit pasar itu, Mas sri Namanya.
"Ow geh mas, pinten ?" jawabku dengan sedikit kaget akan kekagumanku akan lingkungan di sini.
"Patang ewu wae, biasa yu ! lanjutnya.
Kedipan mata seolah terhenti, dada serasa berrdetak kencang, ketika kudengar orang bicara di belakangku.belum sempat kaki kuangkat dari tempat itu, dengan alasan masih menunggu orang. Kudengarkan apa yang mereka bicarakan.
"Suwe-suwe ngene ki, wong cilik ndang modar ! Kata seorang itu, yang akhirnya kuketahui Pak Sastro namanya.
Rasa penasaran yang bergejolak di dada ini seolah membuat ujung rambut sampai ujung kakiku kram saat itu.
"Apa maksudnya to buk?" Tanyaku pada pedangang buah yang magrok di pinggir jalan sebelah selatan itu. Pedagang buah yang cantik, di atas mobil pick upnya di jual dagangannya.
"gak sah didengerke mbak, nyat kayak gitu orang sini kalau bilang".
"Kasar semua mbak", jawabnya.
"Mbak Sri, bener nggak to kalau malem di sini buat ini itu?" tanyaku sama mbak Sri yang sudah hampir 20 tahun mangkal di jalan depan pom bensin ini.
"Yo piye yo mbak, aku ki gak reti nek malem ki piye, masalahe aku mangkal kene yo sampe jam papat tog." tandasnya padaku.
"wah, berarti salah no mbak, apa yang tak denger selama ini ? tanyaku lanjut, sambil membeli seikat anggur hijau padanya.
Beberapa saat tak kupedulikan keadaan disampingku, kutinggalkan tempat itu dengan perasaan rasa penasaran terbayarkan rasa puas. Kustater sepeda mioku, menuju arah pulang tempat kosku. Tempat mengadu nasib akan kehidupan baruku, setelah kutinggalkan delapan bulan rumah ibuku. Ndekos di tempat rawan pandangan dan curiga. Keteguhan hati akan kenekatan prinsip yang membuatku ada di tempat ini, tempat yang telah di scak mat mati oleh orang Sragen. Tapi kuyakin orang salah atas anggapan itu.
 ***
"Sesasi piro yu, ngontrak neng kene? Po ra sumpek to ? tanya bolot, tetangga kiosku.
"Hla kepiye meneh mas, kidol kono njalok mundak", jawabku lanjut.
"Po ra takut to yu neng kene dewe? tanyanya lagi.
"Gak mas, la gimana lagi ? jawabku kencang dari bilik triplek cat hijau bergambar putri malu itu.
"Niatku, pokoke aku neng kene bener, ora neko-neko kog mas !"
"Yo....yo... yu, kapan-kapan tak critani yu ! Lanjutnya sambil membunyikan alat catnya.
Sinar matahari mula menyingsing ke arah barat, terlihat warna merah memburat, Mbak kos sudah pada pulang dari tempat kerjanya, pabrik rokok Sampoerna, yang terkenal di kota Sragen. Teman-teman kos yang mengadu nasib dengan ijazah pas-pasan bekerja di tempat itu. berangkat pagi, pulang sore, dengan gaji yang cukup untuk beli beli beras seminggu. Bukan karena mereka tidak mau cari yang lain.Memang karena mereka cuma lulusan SD, SMP, bahkan ada yang tidak sekolah. Bukan mereka tidak ingin mencari hal yang lebih layak, tetapi karena memang hanya pabrik itu adalah tempat mengadu nasib mereka. Nafas mereka. Nyawa anak, suami mereka, bahkan nyawa mereka.
"Hallo, mbak !"sapa mbak Titik salah satu teman kos ku yang baru saja pulang dari pabrik.
Terlihat lesu, capek, pandangan matanya yang terlihat layu. 
"Wuih, gajian ki ? candaku padanya, karena aku tahu hari ini dia terima gaji mingguannya.
"Gajian opo to yu ? balasnya dengan nada lirih.
"Tak kandani yo yu, gajiku ki wes enek nggone. Buat beli pakan sapi neng ndeso, mbokku, adekku, dadine ki nek setu ki aku mung nompo tog ! Jawabnya lanjut.
"Seh mendeng, njenengan to mbak, wes guru, jek nyambi bukak kios ! balasnya, sambil duduk diteras  kios denganku.
Setelah mendengar kepolosannya kepadaku, ternyata aku masih merasa lebih beruntung. Baik secara status, keadaan, bahkan yang lain. Tapi terasa pahit saat mengingat semua. Seorang guru tidak tetap yayasan yang digaji berdasarkan jumlah jam mengajarnya, di sebuah sekolah swasta terbesar di Sragen. Dibawah naungan yayasan terbesar pula di Sragen. Di sekolah termewah di Sragen, jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang ada. Guru yang mengabdi selama hampir 7 tahun lamanya, merasa menang akan sebuah status "seorang guru" di masyarakat. Padahal jika mereka tahu kehidupan seorang guru GTT yayasan adalah hidup penuh perjuangan akan nasib dan masa depan. Entah karena harus manut aturan pemerintah atau entah karena permainan politik atasan yang memotong jatah guru damen seperti ini. Hanya perang batin dalam hati yang berkecamuk kencang, sekencang bis jurusan Surabaya yang melaju tanpa melihat kanan kiri.Jeritan hati seolah tak pernah didengar oleh pemerintah, hanya deru sertifikasi yang tak pasti. Kalau pemerintah tahu langkah mereka adalah keliru. Tidak semua orang yang dihasilkan dari sertifikasi adalah guru profesional, tetapi guru yang "aduhai".
"Kapan nasib kami difikirkan?"
"Akan kebenaran, keadilan, dan kepastian, angkatlah guru yang benar-benar profesional atas halnya ! bukan karena kelamaannya ! tuntutku dalam hati.
Rasa kesal yang tak pasti dan tak berujung ini, ada di dunia nyata. 
"Di Nglangonlah ku abdikan semuanya demi masa depan sebagai seorang guru sejati, walau selama nya pemerintah akan buta akan keberadaan kami" Desahku kalut.
***

Kamis, 10 November 2011

PUISI : KELAS UNGGULAN DISKRIMINASI SOSIAL

Berjajar siswa unggulan beranggapan pasti
Anggapan tentang sebuah diskusi
Tema arti kehidupan
Kejelasan arti yang tak pernah akan mereka pahami
Kelas ini bukan milikmu
Karena kau tak tahu arti semua

Manfaat politik, diskriminasi, bisnis pendidikan
Perkembangan hidup yang tak pernah kau tahu
Semua akan sia-sia
Kebanggaanmu akan statusmu

Tanpa ada perkembangan jiwa yang pasti
Semua pas-pasan
Peningkatan dan penjajaran status harus kau tahu
Karena semua butuh kepastian ilmu
Demi masa depanmu
Karena kau sama dengan mereka
Teman jelata yang jangan pernah kau remehkan ilmunya
Semua "sama" tanpa ada perbedaan atas harga mati pendidikan

Selasa, 08 November 2011

PUISI : LEWAT PINTU WARNET AMANAH

Hujan deras mengguyur kota Sragen
This day
Sepanjang jalan raya sukowati
Di kota sesak dan penat ini

Kelokan jalan mengarah kota solo
Berlubang tertutup air
Deru kerasnya kehidupan
Hanya ada setetes harapan kernet bis
Beli beras untuk anak kami hari ini
Kucuran tetesan air hujan dikening
Terusap oleh letupan sebuah mimpi
Harapan akan adanya penumpang bis yang naik

Walaupun hanya teriakan yang tak menghasilkan
Selaju berikutnya menyusul keras kehidupan yang saling beradu

Lewat pintu kaca berlogo
Kulihat kenyataan hidup
Dunia ini keras dan kejam
Paham akan sebuah keyakinan 
Arah akan masa depan

Musik mengiringi renungan hati
Lewat pintu ini akan ku ubah nasib akan masa depan
Pintu warnet yang penuh amanah 
Akan perjuangan hidup di dunia maya

Kau penjaga setia yang ada hanya untuk hidupku
Kuperjuangkan hidup dan nasib atas kenyataan hidup yang kulihat
Demi cinta dan janji akan hidup yang pasti



Senin, 07 November 2011

PUISI : TITIPAN ANAK NEGERI

Sesaat berjalan menyusuri lorong terjal berbatu
Sekeruh keinginanku meraih mimpi
Pesan anak negeri mewujudkan asa mati
Kututup pintu jiwa demi keinginan hati

Kami ingin keadilan dan kemakmuran
Kami ingin janji nasib kami
Aku ingin pintar akan kepandaianmu
Duniaku, kembalikan duniaku
Janjimu adalah baktimu

Akankah kau bohongi nasib akan masa depan kami yang tak pasti
Aku hanya ingin cinta negeri ini
Akan nasib dan hidup kami
Kemiskinan, kelaparan, bahkan kematian nista
Hanya kau lihat dari sebuah teori
Lihatlah 

Kami miskin harta
Kami miskin ilmu
Kami miskin moral
Bahkan kami miskin layak hidup di negeri ini
Berikan kekayaan akan sebuah keadilan akan sebuah kenyataan
Benar adalah benarin negeri ini palsu

Palsu akan kehidupan yang kau anggap maya di matamu
Ataukah memang karena kau tak tahu
Atau memang tidak ada yang memberi tahu
Bahkan atau ditutupi oleh kaummu yang penuh ambisi akan hidup

Dunia ini bukan teori
Dunia ini fana
Dunia ini nyata
Wujudkan mimpi kami akan kenyataan hidup demi titpan anak negeri
Kami hanya ingin titipan negeri ini demi dunia nyata akan hidup

Agar kau tahu kami adalah satu akan jiwa
Karena negeri ini milik anak negeri